Kamis, 23 Februari 2017

TUHANPUN BERPUASA

Oleh : Emha Ainun Nadjib

Sepatah kata :

Saya baru-baru ini kenal Cak Nun, masih bisa dibilang orang awamlah, belum banyak tau tentang Cak Nun, tahu karyanyapun masih yaaaa bisa dihitung jari, untuk pertama kalinya saya membaca karya Cak Nun yang berjudul 99 Untuk Tuhanku, baru juga baca awal, ngerti enggak pusing iya (sok soan sih), buku itu berisi tentang kumpulan sajak Cak Nun yang mungkin sedikit menyindir kehidupan manusia, itu yang sedikit bisa saya pahami.

Setelah itu saya berangkat lagi ke Gramedia, selalu bingung mau beli buku apa jika tak punya referensi. Aku lihat di bagian rak yang berisi karya Cak Nun semua, waaaah berasa ingin dibeli semua (hahaha), saya tertarik dengan judul Tuhanpun Berpuasa, dan setelah dibaca sekilas, lumayanlah kalimat perkalimatnya mudah dipahami, tak terlalu banyak kata ilmiahnya.

Untuk orang sepertiku masih banyak tanya di otak yang sepertinya gada isinya (tapi sukuri aja), kok bisa Tuhan berpuasa? Bagaimana caranya? Siapa yang tahu kalo Tuhan berpuasa? Tuhan berpuasa dari apa? Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lain yang masih menggumpal di kepala.

Akhirnya setelah dibeli, dibaca beberapa lamanya, aku paham Tuhan berpuasa dari apa. Dalam buku ini menceritakan makna-makna mulai dari puasa, proses puasanya sampai dengan Idul Fitri. Disini saya akan memaparkan beberapa tema dan subtema dari buku Tuhanpun Berpuasa, semoga bisa menjadi ilmu buat pembaca dan bisa menjadi referensi untuk diaplikasikan.

"Sampaikanlah walau satu ayat", hanya mengamalkan itu saja (hahaaa). Dan buat pembaca amalkanlah kata "Iqra" biar kita dapat double hadiah, pahala iya, ilmu pun iya (hehehe). Selamat membaca post selanjutnya tentang isi buku Cak Nun, karena membaca adalah sebuah perlawanan.^^

Sabtu, 21 Januari 2017

Topeng

Tak berani ku percaya diri
Ketakutan akan sepi
Aku bersembunyi
Untuk menutupi diri

Aku lelah, aku bersalah
Tapi aku tetap sembunyi
Demi kenyamanan
Tak ingin ku merasa sendiri

Jika ku perlihatkan wujudku
Jeritan akan menggema
Cacian akan menghujam
Tapi aku masih sembunyi

Baiklah, aku akan tetap sembunyi
Dibalik topeng yang tak berarti
Melihat drama tragedi
Sampai tiba saatnya aku pergi

Senin, 26 September 2016

AKHLAK TASAWUF : TAREKAT



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tarekat
Secara etimologis, kata tarekat berasal dari bahasa Arab, طريقة jamak dari kata طرق yang berarti “jalan, keadaan, aliran atau garis pada sesuatu”. Tarekat adalah “jalan” yang ditempuh para sufi, yaitu jalan yang berpangkal dari syari’at, sebab jalan utama disebut syar’, sedangkan anak jalan disebut thariq. Kata turunan ini menunjukan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri dari hukum ilahi (syari’at) tempat berpijak bagi setiap muslim.[1]
Menurut Harun Nasution, tarekat berasal dari kata thariqoh yang artinya jalan yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi agar ia berada sedekat mungkin dengan Allah. Thariqah kemudian mengandung arti “organisasi perkumpulan sufi” (tarekat). Tiap tariqah mempunyai syeikh, upacara ritual dan bentk dzikir tersendiri.[2] Sejalan dengan ini, Martin Van Bruinessen menyatakan bahwa istilah “tarekat” paling tidak dipakai tidak dipakai untuk dua hal yang secara konseptual berbeda. Maknanya yang asli merupakan paduan yang khas dari doktrin, metode dan praktek ritual. Tetapi, istilah ini pun sering dipakai untuk mengacu pada orgaisasi yang menyatukan pengikut-pengikut “jalan” tertentu.[3]
Menurut Barmawi Umari, tarekat adalah jalan atau sistim yang ditempuh menuju keridhaan Allah semata-mata. Adapun ikhtiar menempuh jalan itu disebut suluk, sedangkan pelakunya bernama “salik”. Jadi, tarekat adalah “saluran” dari tasawuf.


B.     Hubungan Tarekat dengan Tasawuf
Dalam ilmu tasawuf, istilah tarekat tidak saja ditunjukan pada aturan dan cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang syeikh tarekat, dan bukan pula terhadap kelompok yang menjadi pengikut salah seorang syeikh tarekat, tetapi meliputi segala aspek ajaran yang ada di dalam agama Islam, seperti puasa, shalat, haji, zakat, dan sebagainya yang semuanya itu merupakan cara mendekatkan diri kepada Allah.
            Tasawuf secara umum adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin melalui penyesuaian rohani dan memperbanyak ibadah. Usaha mendekatkan diri ini biasanya dilakukan dibawah bimbingan seorang guru/syeikh. Ajaran-ajaran tasawuf yang harus ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Allah itu merupakan hakikat tarekat yang sebenarnya. Dengan demikian, tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangakan tarekat adalah cara atau jalan yang ditempub seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah.[4]
C.    Asal-usul Lahirnya Tarekat
Menurut Barmawi Umari, penyebab timbulnya tarekat adalah :
            Pertama, karena dalam diri manusia terselip bakat atau potensi yang cenderung pada kehidupan kerohanian. Semacam fitrah spiritual.
Kedua, karena reaksi zaman atau tempat, misalnya setelah adanya suatu revolusi setempat atau penguasa bertindak sewenang-wenang, sehingga banyak orang bersikap apatis atau masa bodoh kemudian menerjunkan diri memasuki dunia tarekat atau mengadakan tarekat sebagai pelopor atau poiner di tempat ini.
Ketiga, karena jemunya orang dengan kehidupan yang enak di dunia, ingin menyendiri dan hidup sederhana.
Peraloihan tasawuf yang bersifat personal pada tarekat yang bersifat “lembaga” tidak lepas dari perkembangan dan perluasan tasawuf itu sendiri. Semakin luas pengaruh tasawuf semakin banyak pula orang yang berhasrat mempelajarinya.  Mereka menemui oarang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang luas dalam pengalaman tasawuf yang dapat menuntun mereka.
Secara historis, kapan dan tarekat mana yang mula-mula timbul sebagai suatu lembaga, sulit diketahui dengan pasti. Namun, harun Nasution menyatakan bahwa setelah Al-Ghazali menghalalkan tasawuf yang sebelumnya dikatakan sesat, tasawuf berkembang di dunia Islam tetapi perkembangannya melalui tarekat. Tarekat adalah organisasi pengikut sufi-sufi besar yang bertujuan untuk melestarikan ajaran-ajaran tasawuf gurunya. Tarekat ini memakai suatu tempat pusat kegiatan yang disebut ribat. Ini merupakan tempat para murid berkumpul melestarikan ajaran tasawufnya, ajaran tasawuf walinya dan ajaran tasawuf syeikhnya.
Organisasi serupa mulai timbul pada abad XII M tetapi baru tampak perkembangannya pada abad-abad berikutnya. Disamping untuk pria, ada juga tarekat untuk wanita, tetapi tidak berkembang dengan baik seperti halnya tarekat pria.
D.    Aliran-aliran Tarekat
Pada awal kemunculannya, tarekat berkembang dari dua daerah, yaitu Khurasan (Iran) dan Mesopotamia (Irak). Pada periode ini mulai muncul beberapa aliran tarekat, diantaranya :
1.      Tarekat Yasaviyah
Didirikan oleh Ahmad Al-Yasavi (w.562 H/1169 M) dan disusul oleh Tarekat khawajagawiyah yang disponsori oleh Abdul Khalik al-Ghuzdawani (w. 617 H/1220 M). Kedua tarekat ini menganut paham tasawuf Abu Yazid Al-Bustami (w. 425 H/1034 M), dilanjutkan oleh Abu al-Farmadhi (477 H/1084 M) dan Yusuf bin Ayyub al-Hamadhani (w. 535 H/1140 M). Tarekat Yasaviyah berkembang ke berbagai daerah di antaranya Turki. Disana, tarekat ini berganti nama dengan Tarekat ektashiya yang dinisbatkan kepada pendirinya Muhammad Atha’bin Ibrahim Hajji Bektasyi (w. 1335 M). Tarekat ini sangat populer dan pernah memegang peranan penting di Turki yang dikenal dengan “Korp jenissari” yang diorganisir oleh Sultan Murad I pada masa Turki Usmani.[5]
2.      Tarekat Naqsyabandiyah
Didirikan oleh Muhammad Bahauddin al-Naqsyabandi al-bukhari (w. 1389 M) di Turkistan. Dalam perkembangannya, tarekat ini menyebar ke Anatolia (Turki) kemudian meluas ke India dan Indonesia dengan berbagai nama baru yang disesuaikan dengan pendirinya di masing-masing daerah, seperti tarekat Khalidiyah, Muridiyah, Mujadidiyah, dan Ahsaniyah. Ada enam dasar yang dipakai pegangan untuk mencapai tujuan dalam tarekat ini, yaitu :
a.       Tobat.
b.      Uzla (mengasingkan diri dari masyarakat ramai yang dianggapnya telah mengingatkan ajaran Allah dan beragam kemaksiatan, sebab ia tidak mampu memperbaikinya)
c.       Takqwa
d.      Qanaah (menerima dengan senang hati segala sesuatu yang dianugrahkan oleh Allah SWT)
e.       Juhud (menempatkan dunia untuk keperluan hidup seperlunya saja)
f.       Taslim (kepatuhan batiniyah akan keyakinan qalbu hanya pada Allah)[6]
3.      Tarekat Khalwatiyah
Didirikan oleh Umar al-Khalwati (w. 1397 M) dan merupakan salah satu tarekat yang terkenal berkembang diberagai negeri, seperti Turki, Siria, Mesir, Hijaz, dan Yaman. Di Mesir tarekat ini didirikan oleh Ibrahim Gulsheni yang terpecah kedalam beberapa cabang, yaitu tarekat Sammaniyah yang didirikan oleh Muhammad bin Abdul Karim al-Samani.
Tarekat ini juga dikenal dengan tarekat Hafniyah. Pertama kali muncul di Turki, tarekat ini didirikan oleh Amir Sultan. Dari rumpun Mesopotamia yang berpusat di Irak, paham tarekat Khalwatiyah-nya bersumber dari Abul Qasim al-Junaidi yang melahirkan berbagai tarekat dari berbagai garis silsilah. Tetapi yang terkenal adalah Tarekat Suhrawardiyah yang didirikan oleh Abu Hafs al-Suhrawardi, Tarekat Kubrawiyah yang didirikan oleh Najmudin Kubra, dan tarekat Maulawiyah yang didirikan oleh Jalaluddin Rumi, seorang sufi-penyair teresar yang pernah dilahirkan sejarah Islam.
Tarekat khalawatiyah ini membagi manusia menjadi tujuh tingkatan :
a.       Manusia yang berada dalam nafsu ammarah.
b.      Manusia yang berada dalam nafsu lawwamah.
c.       Manusia yang berada dalam hafsu muthma’innah.
d.      Manusi yang berda dalam nafsu radhiyah.
e.       Manusia yang berada dalam nafsu mardhiyah.
f.       Manusia yang berada dalam nafsu kamillah.
4.      Tarekat Safawiyah yang didirikan oleh Safiyudin al-Ardabil (w. 1334 M).
5.      Tarekat Bairaniyah. Didirikan oleh Hajji Bairan (w. 1430 M).
6.      Tarekat Tijaniyah
Pendiri Tarekat Tijaniyah ialah Abdul Abbas bin Muhammad bin Muchtar At-Tijani (1737-1738), seorang ulama Algeria yang lahir di ‘Ain Mahdi. Menurut sebuah riwayat, dari pihak bapaknya ia masih keturunan Hasan bin Ali bin Abu Thalib. Keistimewaannya adalah pada saat ia berumur tujuh tahun, Konon Tijani sudah menghapal Alqur’an, kemudian mempelajari pengetahuan Islam yang lain, sehingga ia menjadi guru dalam usia belia.
Ketika naik haji di Madinah, Tijani berkenalan dengan Muhammad bin Abdul Karim As-Samman, pendiri Tarekat Sammaniyah. Setelah itu ia mulai mempelajari ilmu-ilmu rahasia batin. Gurunya yang lain dalam bidang Tarekat ini ialah Abu Samghun As-Shalasah. Dari sinilah pandangan batinnya mulai terasah. Bahkan konon dalam keadaan terjaga ia bertemu Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan kepadanya beberapa wirid, istighfar dan shalawat yang masing-masing harus diucapkan seratus kali dalam sehari semalam. Selain itu Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan agar Tijani mengajarkan wirid-wirid tersebut kepada semua orang yang menghendakinya.
Wirid-wirid yang harus diamalkan dalam Tarekat Tijaniyah sangat sederhana, yaitu terdiri dari istighfar seratus kali, shalawat seratus kali dan tahlil seratus kali. Semua wirid tersebut boleh diamalkan dua waktu sehari yaitu pagi setelah Shalat Shubuh dan sore setelah Shalat Ashar.
Di daerah Mesopotamia masih abnyak tarekat yang muncul dalam periode ini  dan cukup terkenal namun tidak termasuk rumpun al-Junaid. Tearekat itu antara lain :
a.      Tarekat Qadiriyah
Didirikan oleh Muhyiddin Abdul Qadir al-Jailani. Tarekat yang tergolong dalam kelompok Qodiriyah ini cukup banyak dan tersebar ke seluruh negeri Islam, diantaranya tarekat Faridiyah di Mesir yang dinisbatkan kepada Umar bin al-Farid, yang mengilhami tarekat Sanusiyah (Muhammad bin Ali as-Sanusi) melalui tarekat Idrisiyah (Ahmad bin Idris) di Afrika Utara,merupakan kelompok Qadariyah yang masuk ke India melalui Muhammad Al-Ghawath yang kemudian dikenal dengan tarekat al-Ghawathiyah atau al-Mi’rajiyah dan di Turki dikembangakan oleh Ismail al-Rumi.[7]
b.      Tarekat Syadziliyah
Pendiri Tarekat Syaziliyah adalah Abdul Hasan Ali Asy-Syazili, seorang ulama dan sufi besar. Menurut silsilahnya, ia masih keturunan Hasan, putra Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah SAW. Ia dilahirkan pada 573 H di suatu desa kecil di kawasan Maghribi. Tentang arti kata “Syazili” pada namanya yang banyak dipertanyakan orang kepadanya, konon ia pernah menanyakannya kepada Tuhan dan Tuhan pun memberikan jawaban, “Ya Ali, Aku tidak memberimu nama Syazili, melainkan Syazz yang berarti jarang karena keistimewaanmu dalam berkhidmat kepada-Ku.
Ali Syazili terkenal sangat saleh dan alim, tutur katanya enak didengar dan mengandung kedalaman makna. Bahkan bentuk tubuh dan wajahnya, menurut orang-orang yang mengenalnya, konon mencerminkan keimanan dan keikhlasan. Sifat-sifat salehnya telah tampak sejak ia masih kecil.
Tarekat Syaziliyah merupakan Tarekat yang paling mudah pengamalannya. Dengan kata lain tidak membebani syarat-syarat yang berat kepada Syeikh Tarekat. Kepada mereka diharuskan:
a.       Meninggalkan segala perbuatan maksiat.
b.      Memelihara segala ibadah wajib, seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan dan lain-lain.
c.       Menunaikan ibadah-ibadah sunnah semampunya.
d.      Zikir kepada Allah SWT sebanyak mungkin atau minimal seribu kali dalam sehari semalam dan beristighfar sebanyak seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang lain.
e.       Membaca shalawat minimal seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang lain.
c.       Tarekat Rifa’iyah
Pendirinya Tarekat Rifaiyah adalah Abul Abbas Ahmad bin Ali Ar-Rifai. Ia lahir di Qaryah Hasan, dekat Basrah pada tahun 500 H (1106 M), sedangkan sumber lain mengatakan ia lahir pada tahun 512 H (1118 M). Sewaktu Ahmad berusia tujuh tahun, ayahnya meninggal dunia. Ia lalu diasuh pamannya, Mansur Al-Batha’ihi, seorang syeikh Trarekat. Selain menuntut ilmu pada pamannya tersebut ia juga berguru pada pamannya yang lain, Abu Al-Fadl Ali Al Wasiti, terutama tentang Mazhab Fiqh Imam Syafi’i. Dalam usia 21 tahun, ia telah berhasil memperoleh ijazah dari pamannya dan khirqah 9 sebagai pertanda sudah mendapat wewenang untuk mengajar.
Ciri khas Tarekat Rifaiyah ini adalah pelaksanaan zikirnya yang dilakukan bersama-sama diiringi oleh suara gendang yang bertalu-talu. Zikir tersebut dilakukannya sampai mencapai suatu keadaan dimana mereka dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang menakjubkan, antara lain berguling-guling dalam bara api, namun tidak terbakar sedikit pun dan tidak mempan oleh senjata tajam.
E.     Mursyid-mursyid dalam Tarekat
F.     Pengaruh Tarekat di Dunia Islam
Dalam perkembangannya, tarekat-tarekatn itu bukan hanya mamusatkan perhatian kepada tasawuf dan ajaran-ajaran gurunya, tetapi juga mengikuti kegiatan politik. Umpamanya tarekat Tijaniyah yang dikenal dengan gerakan politik yang menentang penjajahan Perancis di Afrika Utara. Tarekat Sanusiyah menentang penjajahan Itali dan Libya. Tarekat Ahmadiyah menentang orang-orang Salib yang datang ke Mesir. Jadi, meskipun mereka memusatkan perhatian kepada akhirat, mereka pin ikut bergerak menyelamatkan umat Islam dari bahaya yang mengancamnya.[8]
Tarekat mempengaruhi dunia Islam mulai dari abad ke 13. Kedudukan tarekat pada saat itu sama dengan “parpol” (partai politik). Bahkan banyak tentara juga menjadi anggota tarekat. Penyokong tarekat Bekhtasi misalnya antara Turki. Oleh karena itu, tarekat tidak hanya bergerak dalam persoalan agama saja tetapi bergerak juga dalam persoalan dunia yang mereka pikirkan.[9]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Secara etimologis, kata tarekat berasal dari bahasa Arab, طريقة jamak dari kata طرق yang berarti “jalan, keadaan, aliran atau garis pada sesuatu”. Tarekat adalah “jalan” yang ditempuh para sufi, yaitu jalan yang berpangkal dari syari’at, sebab jalan utama disebut syar’, sedangkan anak jalan disebut thariq.
2.      Tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangakan tarekat adalah cara atau jalan yang ditempub seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah.
3.      Secara historis, kapan dan tarekat mana yang mula-mula timbul sebagai suatu lembaga, sulit diketahui dengan pasti. Namun, harun Nasution menyatakan bahwa setelah Al-Ghazali menghalalkan tasawuf yang sebelumnya dikatakan sesat, tasawuf berkembang di dunia Islam tetapi perkembangannya melalui tarekat.
4.      Aliran-aliran Tarekat diantaranya :
a.      Tarekat Yasaviyah
b.      Tarekat Naqsyabandiyah
c.       Tarekat Khalwatiyah
d.      Tarekat Safawiyah.
e.       Tarekat Bairaniyah.
f.        Tarekat Tijaniyah
5.      Mursyid-mursyid dalam Tarekat
6.      Pengaruh Tarekat di Dunia Islam
Tarekat mempengaruhi dunia Islam mulai dari abad ke 13. Kedudukan tarekat pada saat itu sama dengan “parpol” (partai politik). Bahkan banyak tentara juga menjadi anggota tarekat. Penyokong tarekat Bekhtasi misalnya antara Turki. Oleh karena itu, tarekat tidak hanya bergerak dalam persoalan agama saja tetapi bergerak juga dalam persoalan dunia yang mereka pikirkan.
DAFTAR PUSTAKA

Abu Hafsh Siraj al-Din, Thabaqat al-Auliya’, (Mesir Makhtabah alkhanji).
H. A. Fuad Said, Hakikat Tarekat Naqsabandiyah, Jakarta: Al-Husna Zikra, 1996.
H. Mahfud, Akhlak Tasawuf, Cet 4, Cirebon: Al-Tarbiyah Press, 2016.
Roshikon Anwar dan Mukhtar sholihin, Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2000.
Nasution  Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid II, Jakarta: UI-Press, 1986.



[1] Roshikon Anwar dan Mukhtar sholihin, Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2000, hal 165
[2] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid II, Jakarta: UI-Press, 1986, hal 89
[3] H. Mahfud, Akhlak Tasawuf, Cet 4, Cirebon: Al-Tarbiyah Press, 2016, hal 124
[4] Ibid.
[5] H. Mahfud, Akhlak Tasawuf, Cet 4, Cirebon: Al-Tarbiyah Press, 2016, hal 126
[6]H. A. Fuad Said, Hakikat Tarekat Naqsabandiyah, Jakarta: Al-Husna Zikra, 1996, h. 23.
[7]Abu Hafsh Siraj al-Din, Thabaqat al-Auliya’,, (Mesir Makhtabah al-khanji, tt), hal. 271.


[8] H. Mahfud, Akhlak Tasawuf, Cet 4, Cirebon: Al-Tarbiyah Press, 2016, hal 128
[9] Ibid.