BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tarekat
Secara etimologis,
kata tarekat berasal dari bahasa Arab, طريقة jamak
dari kata طرق yang berarti “jalan, keadaan, aliran atau garis pada
sesuatu”. Tarekat adalah “jalan” yang ditempuh para sufi, yaitu jalan yang
berpangkal dari syari’at, sebab jalan utama disebut syar’, sedangkan
anak jalan disebut thariq. Kata turunan ini menunjukan bahwa menurut
anggapan para sufi, pendidikan mistik merupakan cabang dari jalan utama yang
terdiri dari hukum ilahi (syari’at) tempat berpijak bagi setiap muslim.[1]
Menurut Harun
Nasution, tarekat berasal dari kata thariqoh yang artinya jalan yang
harus ditempuh oleh seorang calon sufi agar ia berada sedekat mungkin dengan
Allah. Thariqah kemudian mengandung arti “organisasi perkumpulan sufi”
(tarekat). Tiap tariqah mempunyai syeikh, upacara ritual dan bentk dzikir
tersendiri.[2] Sejalan
dengan ini, Martin Van Bruinessen menyatakan bahwa istilah “tarekat” paling
tidak dipakai tidak dipakai untuk dua hal yang secara konseptual berbeda.
Maknanya yang asli merupakan paduan yang khas dari doktrin, metode dan praktek
ritual. Tetapi, istilah ini pun sering dipakai untuk mengacu pada orgaisasi
yang menyatukan pengikut-pengikut “jalan” tertentu.[3]
Menurut Barmawi
Umari, tarekat adalah jalan atau sistim yang ditempuh menuju keridhaan Allah
semata-mata. Adapun ikhtiar menempuh jalan itu disebut suluk, sedangkan
pelakunya bernama “salik”. Jadi, tarekat adalah “saluran” dari tasawuf.
B.
Hubungan Tarekat dengan Tasawuf
Dalam ilmu tasawuf,
istilah tarekat tidak saja ditunjukan pada aturan dan cara-cara tertentu yang
digunakan oleh seorang syeikh tarekat, dan bukan pula terhadap kelompok yang
menjadi pengikut salah seorang syeikh tarekat, tetapi meliputi segala aspek
ajaran yang ada di dalam agama Islam, seperti puasa, shalat, haji, zakat, dan
sebagainya yang semuanya itu merupakan cara mendekatkan diri kepada Allah.
Tasawuf
secara umum adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin
melalui penyesuaian rohani dan memperbanyak ibadah. Usaha mendekatkan diri ini
biasanya dilakukan dibawah bimbingan seorang guru/syeikh. Ajaran-ajaran tasawuf
yang harus ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Allah itu merupakan hakikat
tarekat yang sebenarnya. Dengan demikian, tasawuf adalah usaha mendekatkan diri
kepada Allah, sedangakan tarekat adalah cara atau jalan yang ditempub seseorang
dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah.[4]
C.
Asal-usul Lahirnya Tarekat
Menurut Barmawi Umari, penyebab timbulnya tarekat adalah
:
Pertama,
karena dalam diri manusia terselip bakat atau potensi yang cenderung pada
kehidupan kerohanian. Semacam fitrah spiritual.
Kedua, karena reaksi zaman atau tempat, misalnya setelah adanya
suatu revolusi setempat atau penguasa bertindak sewenang-wenang, sehingga
banyak orang bersikap apatis atau masa bodoh kemudian menerjunkan diri memasuki
dunia tarekat atau mengadakan tarekat sebagai pelopor atau poiner di tempat
ini.
Ketiga, karena jemunya orang dengan kehidupan yang enak di dunia,
ingin menyendiri dan hidup sederhana.
Peraloihan tasawuf
yang bersifat personal pada tarekat yang bersifat “lembaga” tidak lepas dari
perkembangan dan perluasan tasawuf itu sendiri. Semakin luas pengaruh tasawuf
semakin banyak pula orang yang berhasrat mempelajarinya. Mereka menemui oarang yang memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang luas dalam pengalaman tasawuf yang dapat
menuntun mereka.
Secara historis,
kapan dan tarekat mana yang mula-mula timbul sebagai suatu lembaga, sulit
diketahui dengan pasti. Namun, harun Nasution menyatakan bahwa setelah
Al-Ghazali menghalalkan tasawuf yang sebelumnya dikatakan sesat, tasawuf
berkembang di dunia Islam tetapi perkembangannya melalui tarekat. Tarekat
adalah organisasi pengikut sufi-sufi besar yang bertujuan untuk melestarikan
ajaran-ajaran tasawuf gurunya. Tarekat ini memakai suatu tempat pusat kegiatan
yang disebut ribat. Ini merupakan tempat para murid berkumpul melestarikan
ajaran tasawufnya, ajaran tasawuf walinya dan ajaran tasawuf syeikhnya.
Organisasi serupa
mulai timbul pada abad XII M tetapi baru tampak perkembangannya pada abad-abad
berikutnya. Disamping untuk pria, ada juga tarekat untuk wanita, tetapi tidak
berkembang dengan baik seperti halnya tarekat pria.
D.
Aliran-aliran Tarekat
Pada awal
kemunculannya, tarekat berkembang dari dua daerah, yaitu Khurasan (Iran) dan
Mesopotamia (Irak). Pada periode ini mulai muncul beberapa aliran tarekat,
diantaranya :
1. Tarekat Yasaviyah
Didirikan oleh
Ahmad Al-Yasavi (w.562 H/1169 M) dan disusul oleh Tarekat khawajagawiyah yang
disponsori oleh Abdul Khalik al-Ghuzdawani (w. 617 H/1220 M). Kedua tarekat ini
menganut paham tasawuf Abu Yazid Al-Bustami (w. 425 H/1034 M), dilanjutkan oleh
Abu al-Farmadhi (477 H/1084 M) dan Yusuf bin Ayyub al-Hamadhani (w. 535 H/1140
M). Tarekat Yasaviyah berkembang ke berbagai daerah di antaranya Turki. Disana,
tarekat ini berganti nama dengan Tarekat ektashiya yang dinisbatkan kepada
pendirinya Muhammad Atha’bin Ibrahim Hajji Bektasyi (w. 1335 M). Tarekat ini
sangat populer dan pernah memegang peranan penting di Turki yang dikenal dengan
“Korp jenissari” yang diorganisir oleh Sultan Murad I pada masa Turki Usmani.[5]
2. Tarekat
Naqsyabandiyah
Didirikan oleh
Muhammad Bahauddin al-Naqsyabandi al-bukhari (w. 1389 M) di Turkistan. Dalam
perkembangannya, tarekat ini menyebar ke Anatolia (Turki) kemudian meluas ke
India dan Indonesia dengan berbagai nama baru yang disesuaikan dengan
pendirinya di masing-masing daerah, seperti tarekat Khalidiyah, Muridiyah,
Mujadidiyah, dan Ahsaniyah. Ada enam dasar yang dipakai pegangan
untuk mencapai tujuan dalam tarekat ini, yaitu :
a. Tobat.
b. Uzla (mengasingkan diri dari masyarakat ramai yang
dianggapnya telah mengingatkan ajaran Allah dan beragam kemaksiatan, sebab ia
tidak mampu memperbaikinya)
c. Takqwa
d. Qanaah (menerima dengan senang hati segala sesuatu yang
dianugrahkan oleh Allah SWT)
e. Juhud (menempatkan dunia untuk keperluan hidup seperlunya
saja)
f. Taslim (kepatuhan batiniyah akan keyakinan qalbu hanya
pada Allah)[6]
3. Tarekat Khalwatiyah
Didirikan oleh Umar
al-Khalwati (w. 1397 M) dan merupakan salah satu tarekat yang terkenal
berkembang diberagai negeri, seperti Turki, Siria, Mesir, Hijaz, dan Yaman. Di
Mesir tarekat ini didirikan oleh Ibrahim Gulsheni yang terpecah kedalam
beberapa cabang, yaitu tarekat Sammaniyah yang didirikan oleh Muhammad bin
Abdul Karim al-Samani.
Tarekat ini juga
dikenal dengan tarekat Hafniyah. Pertama kali muncul di Turki, tarekat ini
didirikan oleh Amir Sultan. Dari rumpun Mesopotamia yang berpusat di Irak,
paham tarekat Khalwatiyah-nya bersumber dari Abul Qasim al-Junaidi yang melahirkan
berbagai tarekat dari berbagai garis silsilah. Tetapi yang terkenal adalah
Tarekat Suhrawardiyah yang didirikan oleh Abu Hafs al-Suhrawardi, Tarekat
Kubrawiyah yang didirikan oleh Najmudin Kubra, dan tarekat Maulawiyah yang
didirikan oleh Jalaluddin Rumi, seorang sufi-penyair teresar yang pernah
dilahirkan sejarah Islam.
Tarekat khalawatiyah ini membagi manusia menjadi tujuh
tingkatan :
a.
Manusia yang
berada dalam nafsu ammarah.
b.
Manusia yang
berada dalam nafsu lawwamah.
c. Manusia yang berada dalam hafsu muthma’innah.
d. Manusi yang berda dalam nafsu
radhiyah.
e.
Manusia yang berada dalam nafsu mardhiyah.
f.
Manusia yang berada dalam nafsu kamillah.
4. Tarekat Safawiyah yang
didirikan oleh Safiyudin al-Ardabil (w. 1334 M).
5. Tarekat Bairaniyah. Didirikan
oleh Hajji Bairan (w. 1430 M).
6.
Tarekat Tijaniyah
Pendiri Tarekat Tijaniyah ialah Abdul Abbas bin Muhammad bin
Muchtar At-Tijani (1737-1738), seorang ulama Algeria yang lahir di ‘Ain Mahdi.
Menurut sebuah riwayat, dari pihak bapaknya ia masih keturunan Hasan bin Ali
bin Abu Thalib. Keistimewaannya adalah pada saat ia berumur tujuh tahun, Konon
Tijani sudah menghapal Alqur’an, kemudian mempelajari pengetahuan Islam yang
lain, sehingga ia menjadi guru dalam usia belia.
Ketika naik haji di Madinah, Tijani berkenalan dengan Muhammad
bin Abdul Karim As-Samman, pendiri Tarekat Sammaniyah. Setelah itu ia mulai
mempelajari ilmu-ilmu rahasia batin. Gurunya yang lain dalam bidang Tarekat ini
ialah Abu Samghun As-Shalasah. Dari sinilah pandangan batinnya mulai terasah.
Bahkan konon dalam keadaan terjaga ia bertemu Nabi Muhammad SAW yang
mengajarkan kepadanya beberapa wirid, istighfar dan shalawat yang masing-masing
harus diucapkan seratus kali dalam sehari semalam. Selain itu Nabi Muhammad SAW
juga memerintahkan agar Tijani mengajarkan wirid-wirid tersebut kepada semua
orang yang menghendakinya.
Wirid-wirid yang harus diamalkan dalam Tarekat Tijaniyah
sangat sederhana, yaitu terdiri dari istighfar seratus kali, shalawat seratus
kali dan tahlil seratus kali. Semua wirid tersebut boleh diamalkan dua waktu
sehari yaitu pagi setelah Shalat Shubuh dan sore setelah Shalat Ashar.
Di daerah
Mesopotamia masih abnyak tarekat yang muncul dalam periode ini dan cukup terkenal namun tidak termasuk
rumpun al-Junaid. Tearekat itu antara lain :
a.
Tarekat Qadiriyah
Didirikan oleh
Muhyiddin Abdul Qadir al-Jailani. Tarekat yang tergolong dalam kelompok
Qodiriyah ini cukup banyak dan tersebar ke seluruh negeri Islam, diantaranya
tarekat Faridiyah di Mesir yang dinisbatkan kepada Umar bin al-Farid, yang
mengilhami tarekat Sanusiyah (Muhammad bin Ali as-Sanusi) melalui tarekat
Idrisiyah (Ahmad bin Idris) di Afrika Utara,merupakan kelompok Qadariyah yang
masuk ke India melalui Muhammad Al-Ghawath yang kemudian dikenal dengan tarekat
al-Ghawathiyah atau al-Mi’rajiyah dan di Turki dikembangakan oleh Ismail
al-Rumi.[7]
b.
Tarekat Syadziliyah
Pendiri
Tarekat Syaziliyah adalah Abdul Hasan Ali Asy-Syazili, seorang ulama dan sufi
besar. Menurut silsilahnya, ia masih keturunan Hasan, putra Ali bin Abi Thalib
dan Fatimah binti Rasulullah SAW. Ia dilahirkan pada 573 H di suatu desa kecil
di kawasan Maghribi. Tentang arti kata “Syazili” pada namanya yang banyak dipertanyakan
orang kepadanya, konon
ia pernah menanyakannya kepada Tuhan dan Tuhan pun memberikan jawaban, “Ya Ali,
Aku tidak memberimu nama Syazili, melainkan Syazz yang berarti jarang karena
keistimewaanmu dalam berkhidmat kepada-Ku”.
Ali
Syazili terkenal sangat saleh dan alim, tutur katanya enak didengar dan
mengandung kedalaman makna. Bahkan bentuk tubuh dan wajahnya, menurut
orang-orang yang mengenalnya, konon mencerminkan keimanan dan keikhlasan.
Sifat-sifat salehnya telah tampak sejak ia masih kecil.
Tarekat
Syaziliyah merupakan Tarekat yang paling mudah pengamalannya. Dengan kata lain
tidak membebani syarat-syarat yang berat kepada Syeikh Tarekat. Kepada mereka
diharuskan:
a.
Meninggalkan segala perbuatan maksiat.
b.
Memelihara segala ibadah wajib, seperti shalat lima waktu,
puasa Ramadhan dan lain-lain.
c.
Menunaikan
ibadah-ibadah sunnah semampunya.
d.
Zikir kepada
Allah SWT sebanyak mungkin atau minimal seribu kali dalam sehari semalam dan
beristighfar sebanyak seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang lain.
e.
Membaca
shalawat minimal seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang lain.
c.
Tarekat Rifa’iyah
Pendirinya
Tarekat Rifaiyah adalah Abul Abbas Ahmad bin Ali Ar-Rifai. Ia lahir di Qaryah
Hasan, dekat Basrah pada tahun 500 H (1106 M), sedangkan sumber lain mengatakan
ia lahir pada tahun 512 H (1118 M). Sewaktu Ahmad berusia tujuh tahun, ayahnya
meninggal dunia. Ia lalu diasuh pamannya, Mansur Al-Batha’ihi, seorang syeikh
Trarekat. Selain menuntut ilmu pada pamannya tersebut ia juga berguru pada
pamannya yang lain, Abu Al-Fadl Ali Al Wasiti, terutama tentang Mazhab Fiqh
Imam Syafi’i. Dalam usia 21 tahun, ia telah
berhasil memperoleh ijazah dari pamannya dan khirqah 9 sebagai pertanda sudah
mendapat wewenang untuk mengajar.
Ciri khas
Tarekat Rifaiyah ini adalah pelaksanaan zikirnya yang dilakukan bersama-sama
diiringi oleh suara gendang yang bertalu-talu. Zikir tersebut dilakukannya
sampai mencapai suatu keadaan dimana mereka dapat melakukan perbuatan-perbuatan
yang menakjubkan, antara lain berguling-guling dalam bara api, namun tidak
terbakar sedikit pun dan tidak mempan oleh senjata tajam.
E.
Mursyid-mursyid
dalam Tarekat
F.
Pengaruh
Tarekat di Dunia Islam
Dalam perkembangannya, tarekat-tarekatn itu bukan hanya
mamusatkan perhatian kepada tasawuf dan ajaran-ajaran gurunya, tetapi juga
mengikuti kegiatan politik. Umpamanya tarekat Tijaniyah yang dikenal dengan
gerakan politik yang menentang penjajahan Perancis di Afrika Utara. Tarekat
Sanusiyah menentang penjajahan Itali dan Libya. Tarekat Ahmadiyah menentang
orang-orang Salib yang datang ke Mesir. Jadi, meskipun mereka memusatkan
perhatian kepada akhirat, mereka pin ikut bergerak menyelamatkan umat Islam
dari bahaya yang mengancamnya.[8]
Tarekat mempengaruhi dunia Islam mulai dari abad ke 13.
Kedudukan tarekat pada saat itu sama dengan “parpol” (partai politik). Bahkan
banyak tentara juga menjadi anggota tarekat. Penyokong tarekat Bekhtasi
misalnya antara Turki. Oleh karena itu, tarekat tidak hanya bergerak dalam
persoalan agama saja tetapi bergerak juga dalam persoalan dunia yang mereka
pikirkan.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Secara etimologis, kata tarekat berasal dari bahasa Arab,
طريقة jamak
dari kata طرق yang berarti “jalan, keadaan, aliran atau garis pada
sesuatu”. Tarekat adalah “jalan” yang ditempuh para sufi, yaitu jalan yang
berpangkal dari syari’at, sebab jalan utama disebut syar’, sedangkan
anak jalan disebut thariq.
2.
Tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah,
sedangakan tarekat adalah cara atau jalan yang ditempub seseorang dalam
usahanya mendekatkan diri kepada Allah.
3.
Secara historis, kapan dan tarekat mana yang mula-mula
timbul sebagai suatu lembaga, sulit diketahui dengan pasti. Namun, harun
Nasution menyatakan bahwa setelah Al-Ghazali menghalalkan tasawuf yang
sebelumnya dikatakan sesat, tasawuf berkembang di dunia Islam tetapi
perkembangannya melalui tarekat.
4.
Aliran-aliran Tarekat diantaranya :
a. Tarekat Yasaviyah
b. Tarekat
Naqsyabandiyah
c. Tarekat Khalwatiyah
d. Tarekat Safawiyah.
e. Tarekat Bairaniyah.
f.
Tarekat Tijaniyah
5.
Mursyid-mursyid dalam Tarekat
6.
Pengaruh Tarekat di Dunia Islam
Tarekat mempengaruhi dunia Islam mulai
dari abad ke 13. Kedudukan tarekat pada saat itu sama dengan “parpol” (partai
politik). Bahkan banyak tentara juga menjadi anggota tarekat. Penyokong tarekat
Bekhtasi misalnya antara Turki. Oleh karena itu, tarekat tidak hanya bergerak
dalam persoalan agama saja tetapi bergerak juga dalam persoalan dunia yang
mereka pikirkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Hafsh Siraj
al-Din, Thabaqat al-Auliya’, (Mesir Makhtabah alkhanji).
H. A. Fuad
Said, Hakikat Tarekat Naqsabandiyah, Jakarta: Al-Husna Zikra,
1996.
H. Mahfud, Akhlak Tasawuf, Cet 4, Cirebon:
Al-Tarbiyah Press, 2016.
Roshikon Anwar dan Mukhtar sholihin, Ilmu Tasawuf, Bandung:
Pustaka Setia, 2000.
Nasution Harun, Islam
Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid II, Jakarta: UI-Press, 1986.
[1]
Roshikon Anwar dan Mukhtar sholihin,
Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2000, hal 165
[2]
Harun Nasution, Islam Ditinjau
dari Berbagai Aspeknya, jilid II, Jakarta: UI-Press, 1986, hal 89
[3]
H. Mahfud, Akhlak Tasawuf, Cet
4, Cirebon: Al-Tarbiyah Press, 2016, hal 124
[4]
Ibid.
[5]
H. Mahfud, Akhlak Tasawuf, Cet
4, Cirebon: Al-Tarbiyah Press, 2016, hal 126
[8]
H. Mahfud, Akhlak Tasawuf, Cet
4, Cirebon: Al-Tarbiyah Press, 2016, hal 128
[9]
Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar