EVOLUSI AGAMA
Inten Cahya (PAI B)
Abstrak
Terdapat
perbedaan bahkan perdebatan mendasar ketika agama disebut-sebut sebagai fakta
dari kebudayaan manusia. agama kerap dipersepsi sebagai kebenaran tunggal yang
datang dari Tuhan, bersifat pasti dan mutlak, pada saat yang sama fakta sejarah
juga menunjukkan bahwa agama tidak dapat dilepaskan dari daya kreativitas
manusia yang dengan sendirinya masuk pada wilayah budaya. Tujuan untuk
memaparkan evolusi agama sebagai bagian dari budaya manusia yang mengalami perubahan
dan perkembangan secara bertahap. Dapat disimpulkan evolusi agama sebagaimana
evolusi budaya, dapat dipahami sebagai perubahan secara bertahap yang dialami
dalam setiap agama. Perubahan tersebut menjadi niscaya, mengingat agama
merupakan unsur sentral dari kebudayaan itu sendiri. Peran
agama yaitu untuk membimbing manusia dalam
mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau
berperadaban Islam.
Kata kunci: Evolusi,
Agama, Biologis, Mahluk hidup,Al-Qur’an.
A.
Pendahuluan
1.
Latar Belakang Masalah
Terdapat perbedaan bahkan perdebatan
mendasar ketika agama disebut-sebut sebagai fakta dari kebudayaan manusia.
Perbedaan yang kemudian melahirkan perdebatan ini pada prinsipnya bukan sesuatu
yang baru, akan tetapi telah menjadi perdebatan klasik yang sejak lama
dibincangkan banyak kalangan. Hal ini dapat dimaklumi mengingat agama kerap
dipersepsi sebagai kebenaran tunggal yang datang dari Tuhan, bersifat pasti dan
mutlak, pada saat yang sama fakta sejarah juga menunjukkan bahwa agama tidak
dapat dilepaskan dari daya kreativitas manusia yang dengan sendirinya masuk
pada wilayah budaya.
Untuk membicarakan ”Evolusi Agama”
terlebih dahulu perlu disepakati bahwa agama merupakan bagian dari budaya itu
sendiri. Sebab, berbicara mengenai evolusi berarti membicarakan sebuah
organisme yang mengalami perubahan dari bentuknya yang paling sederhana menuju
bentuk yang kompleks karena pengaruh-pengaruh tertentu. Dengan demikian,
evolusi agama hanya dapat dibicarakan dalam konteks budaya kerena budaya,
termasuk di dalamnya agama, senantiasa mengalami evolusi yang dipengaruhi oleh
tuntutan alamiyah dalam kehidupan manusia.
Tujuan untuk memaparkan evolusi
agama sebagai bagian dari budaya manusia yang mengalami perubahan dan
perkembangan secara bertahap. Problem yang kemudian muncul untuk membatasi
kajian pada pemaparan adalah ketergantungannya pada kajian antropologi di satu sisi,
sementara di sisi dapat menjelaskan evolusi agama dalam kaitannya dengan ranah
pengetahuan sosiologi. Namun
demikian, kajian antropologi sosial (generalizing approach) yang masuk
cabang etnologi pada rumpun ilmu antropologi agaknya memberikan ruang bagi
bahasan sosiologi untuk dapat bersentuhan dengan ilmu tersebut.[1]
Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa kajian sosiologi, pada tahap-tahap tertentu
tidak dapat dilepaskan dengan pendekatan terhadap ilmu antropologi.
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan “Bagaimana
evolusi agama bisa terjadi?”
3.
Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah untuk menjelaskan proses
terjadinya evolusi agama.
B.
Pembahasan
1.
Konsep
Evolusi
a.
Konsep
Evolusi Secara Umum
Kata Evolusi berasal dari bahasa latin evolution yang salah satu
artinya adalah perkembangan.[2]
Pandangan lain menyebutkan bahwa kata evolusi pertama kali diperkenalkan oleh
Herbert Spencer. Pandangan tentang evolusi secara umum mengandung makna rasisme
“yang kuat akan bantahan”.[3]
Konsep evolusi yang dikemukakan belum berkaitan langsung atau belum spesifik
memaknai proses evolusi makhluk hidup.
b.
Konsep
Evolusi Secara Khusus
Konsep evolusi secara khusus ini dimaksudkan untuk menjelaskan kata
evolusi dalam ilmu biologi. Evolusi makhluk hidup dapat didefiniskan sebagai
perubahan pada makhluk hidup seiring berjalannya waktu. Tiga kata kunci dalam
devinisi evolusi disini adalah perubahan, mahluk dan waktu. Evolusi memiliki
dimensi yang sangat luas, sehingga memerlukan pengetahuan berbagai bidang yaitu
biologi, genetika, antropologi, biologis, antropologi cultural, biokimia,
fisika, anatomi dan botani. Makna evolusi adalah teori yang menyatakan bahwa
seluruh mahluk hidup sekarang berasal dari mahluk hidup zaman dahulu atau
perubahan secara bertahap sehingga menghasilkan spesies baru.
Sintesis :
Dapat disimpulkan bahwa evolusi memiliki 2 konsep
yakni secara umum dan khusus. Secara umum dapat dikatakan bahwa evolusi bukan
hanya digunakan dalam bidang biologi saja namun secara keseluruhan namun belum
begitu memaknai secara spesifik tentang mahluk hidup. Kemudian yang secara
khusus, dapat dikatakan bahwa evolusi sudah di khususkan yaitu untuk ilmu
biologi. Pada konsep ini evolusi sudah lebih spesifik mengenai mahluk hidup,
bahwa mahluk hidup berasal dari nenek moyang terdahulu.
2.
Pengertian
Agama
a.
Menurut
Bahasa dan Istilah
Dalam bahasa Arab agama berasal dari kata Ad-din, kata ini
mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, dan kebiasaan. Agama adalah
sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan
dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan. Oxford
Student dictionary mendefenisikan bahwa agama adalah suatu kepercayaan akan
keberadaan suatu kekuatan pengatur supranatural yang menciptakan dan mengendalikan
alam semesta.
b.
Menurut
Para Ahli
Nasution menyatakan bahwa agama
mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan yang
dimaksud berasal dari salah satu kekuatan yang lebih tinggi daripada manusia
sebagai kekuatan gaib yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera, namun
mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.
Michel Meyer berpendapat bahwa agama
adalah sekumpulan kepercayaan dan pengajaran-pengajaran yang mengarahkan kita
dalam tingkah laku kita terhadap Allah swt, terhadap sesama manusia dan
terhadap diri kita sendiri.
Menurut Uyun, agama sangat mendorong
pemeluknya untuk berperilaku baik dan bertanggung jawab atas segala
perbuatannya serta giat berusaha untuk memperbaiki diri agar menjadi lebih
baik.
Sintesis :
Berdasarkan beberapa defenisi di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa agama adalah segenap kepercayaan yang
disertai dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban untuk menghubungkan
manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama yang berguna dalam mengontrol
dorongan yang membawa masalah dan untuk memperbaiki diri agar menjadi lebih
baik. Untuk menuju kearah yang lebih baik ini, harus dibarengi dengan kekuatan
hati, karena segala sesuatu yang dilakukan dengan hati akan lebih baik lagi.
3.
Proses
Evolusi Agama
Ada sebuah ungkapan "tingkat perkembangan agama dan kepercayaan
di suatu masyarakat dipengaruhi oleh tingkat perkembangan peradaban masyarakat
tersebut."[4]
Ungkapan ini secara eksplisit menunjukkan bahwa agama tumbuh dan berkembang
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan manusia yang secara
langsung mempengaruhi proses evolusi agama. Oleh karenanya, proses evolusi
agama sesungguhnya dimulai ketika manusia mengenal agama.[5] Dadang
Kahmad menyebutkan, tingkat paling dasar dari evolusi agama adalah ketika
manusia percaya bahwa makhluk-makhluk halus menempati alam sekeliling tempat
tinggal manusia. Pandangan ini dikemukakan oleh E. B Taylor sebagai tokoh yang
memperkenalkan "teori jiwa" sebagai salah satu teori asal mula
manusia beragama. Dalam teori ini disebutkan, agama yang paling awal datang
bersamaan dengan pertama kali manusia mengetahui bahwa dunia ini tidak hanya
dihuni oleh makhluk materi, tetapi juga makhluk immateri yang disebut jiwa (anima).
E. B. Taylor berpendapat, agama
muncul dari kesadaran manusia akan adanya roh atau jiwa, keyakinan ini
disebutnya animisme.[6]
Stephen K. Sanderson menegatakan
bahwa kajian ilmiah tentang evolusi agama telah tertinggal jauh di belakang
kajian mengenai evolusi berbagai ciri kehidupan sosial budaya lainnya.[7]
Sanderson menyebutkan, skema evolusi agama ke dalam lima tahap, yaitu:
primitif, purbakala, historis, modern awal, dan modern.
Sintesis :
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan
bahwa proses evolusi dipengaruhi oleh perkembangan agama. Maka teori evolusi dimulai
setelah manusia mengenal agama. Tingkatan paling dasar dari evolusi agama ialah
ketika manusia menyadari keadaan makhluk ghaib disekelilingnya. Skema evolusi
dibagi menjadi lima tahap yaitu primitif, purbakala, historis, modern awal dan
modern. Dapat dikatakan tahap evolusi agama dimulai dari zaman yang masih
memanfaatkan alam sampai zaman yang sudah mulai mengalami globalisasi/berkembang.
4.
Evolusi
dalam Pandangan Agama
Teori ilmiah apa pun sesungguhnya
tidak dapat meniadakan Tuhan.[8]
Beberapa penafskan ateistik atas teori ilmiah merupakan bentuk dari
"saintisme", yaitu keyakinan bahwa hanya sainslah satu-satunya cara
untuk mengetahui. Saintisme memandang bahwa hanya alam (material)
satu-satunya realitas yang ada, dan segala hal yang tidak dapat dijangkau sains
adalah ilusi.[9]
Penafsiran demikian keliru karena melampaui hal-hal yang dapat dijelaskan
sains.[10]
Sebaliknya teori ilmiah tidak dapat begitu saja menghasilkan simpulan-simpulan
keagamaan, karena kebenaran ilmiah adalah relatif dan bersandar pada
asumsi-asumsi dasar serta bergantung pada teori yang ada. Agama (wahyu)
merupakan petunjuk bagi umat manusia, kebenarannya bersifat mudak. Keyakinan
keagamaan dengan sendirinya tidak membutuhkan dukungan dari ataupun perlu
mendukung teori ilmiah apa pun. Sejarah pertentangan gereja dengan dengan
saintis seharusnya menjadi pelajaran berharga dalam melihat hubungan sains dan
agama.
Meskipun demikian, tidak dapat
dipungkiri bahwa observasi, penyelidikan dan perenungan terhadap alam akan
membangkitkan suatu perasaan kekaguman dan ketakjuban tertentu. Semua ilmuwan,
baik ateis maupun teis, bahkan orang awam sekalipun, menyadari keteraturan dan
harmonisasi alam. Alam memperagakan berbagai fenomena yang indah mempesonakan,
yaitu keragaman, keserupaan, simetri, keteraturan, kelestarian nisbi dan
kejadian-kejadian yang bersifat probabilistik. Lebih jauh lagi temuan-temuan
sains telah dapat menunjukkan kesatuan alam semesta, yaitu kesalinghubungan
seluruh bagian dan aspek-aspeknya. Seorang yang memilih berpaham ateis hanya
akan berhenti pada
kesadaran akan harmoni, keteraturan dan kesatuan alam. Mereka tidak
dapat menyadari makna di baiik semua itu. Kejadian alam dianggap semata-mata
masalah probabilistik yang ada dan mengada dengan sendirinya, tanpa arah dan
tujuan.
Tidak mengherankan kalau seorang
fisikawan ateis terkemuka, Steven Weinberg, mengatakan bahwa manusia adalah
satu-satunya makhluk dengan pikiran sadar yang hidup di alam yang penuh
kesia-siaan dan kehampaan makna. Baginya sains merupakan pelipur lara di tengah
alam maha luas yang tak bertujuan. Bagi orang beriman semua hal tersebut
mempunyai makna religius dan merupakan simbol dari adanya realitas
tertinffi, yaitu Allah, sebagaimana telah dijelaskan dalam ayat-ayat al-Qur'an.
Dalam bahasa al-Qur'an alam dikatakan mengandung dalam dirinya
jejak-jejak Tuhan. Fenomena alam disebut sebagai ayat (tanda-tanda) Tuhan.[11] Al
Qur'an adalah kitab hidayah yang memberikan keterangan kepada manusia
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan akidah, syariah dan akhlak untuk
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Al- Qur'an bukanlah
kitab suci yang mencakup segala macam ilmu pengetahuan. Teori-teori ilmiah yang
ada tidak dapat dibenarkan atau disalahkan begitu saja berdasar ayat-ayat al-Qur'an.
Pada dasarnya ayat-ayat al-Qur'an tidak membahas teori-teori ilmiah
tersebut secara detail, meskipun terdapat beberapa ayat yang menyinggung secara
sepintas teoriteori ilmiah yang belum ditemukan atau diketahui manusia pada
masa turunnya al-Qur'an. Setiap muslirn wajib mempercayai segala sesuatu
yang terdapat di dalam al-Qur'an.
Namun demikian, dia tidak dapat
memaksa orang untuk membenarkan atau menolak suatu teori ilmiah berdasar al-Quran.
Apabila hal ini dilakukan, konsekuensinya seseorang akan menerima atau menolak
suatu teori ilmiah sebagai bagian dari suatu aqidah al-Qur’an. Hal
tersebut juga terjadi pada teori evolusi, dimana sebagian ilmuwan muslim
mengingkari teori evolusi dengan beberapa ayat al-Qur’an dan sebagian lagi
membenarkan dengan ayat al-Qur’an pula. Ada beberapa muslim yang mencoba
membenarkan teori evolusi dengan ayat-ayat al-Qur’an seperti:
"Mengapa
kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal Dia sesungguhnya telah
menciptakan kamu dalam beberapa tingkat kejadian" (QS Nuh : 13-14).
Mereka menafsirkan
fase-fase tersebut adalah sesuai dengan fase-fase yang diakui oleh penganut
teori evolusi Darwin tentang proses kejadian manusia. Selain itu ayat:
“Adapun buih
itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi
manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi " (QS Ar Ra'd : 17)
digunakan sebagai penguat kebenaran teori "'struggle for
life" yang menjadi salah satu landasan teori Darwin.
Di luar pertanyaan di atas,
sebenarnya lima abad sebelum munculnya teori evolusi Darwin (1804-1872) telah
ada seorang ilmuwan muslim yang menuliskan pendapatnya tentang evolusi. Ilmuwan
muslim tersebut adalah 'Abdurrahman Ibn Khaldun (1332-1446) yang menulis dalam
kitabnya Kitab al-'Ibarft Daiivani al-Mubtada'a al- Khabari sebagai
berikut,
"Alam binatang
meluas sehingga bermacammacam golongannya dan berakhir proses kejadiannya pada
masa manusia yang mempunyai pikiran dan pandangan. Manusia meningkat dari alam
kera yang hanya mempunyai kecakapan dan dapat mengetahui tetapi belum sampai
pada tingkat memiliki dan berpikir".[12]
Yang dimaksud kera oleh 'Abdurrahman
Ibn Khladun adalah sejenis makhluk yang oleh para penganut evolusionisme
disebut Anthropoides. Ketika menemukan teori tersebut Ibn Khaldun dan
ilmuwan-ilmuwan lainnya tidak merujuk pada ayat-ayat al-Qur'an, tetapi
mereka mendasarkannya pada penyelidikan dan penelitian mereka. Ada beberapa
teori ilmiah yang disebutkan dalam al-Qur'an tetapi pemaparan tersebut
tidak memberikan penjelasan secara detail. Pemaparan tersebut adalah untuk
menunjukkan kebesaran Tuhan serta mendorong manusia untuk mengadakan pengamatan
dan penelitian yang lebih mendalam sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan
keimanan kepada Allah swt.
Sintesis :
Dapat disimpulkan dari penjelasan di
atas bahwa evolusi dalam pandangan agama tidak dapat begitu saja menghasilkan
simpulan-simpulan keagamaan, karena kebenaran ilmiah adalah relatif dan
bersandar pada dasar serta bergantung pada teori yang ada. Agama merupakan
petunjuk bagi umat manusia,dan diykini kebenarannya. Namun adapula para muslim
membenarkan teori evolusi dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Banyak yang
berpendapat bahwa teori Darwin hampir sama dengan ayat Al-Qur’an karena
ada kesamaan dalam fase-fase evolusi.
Analisis :
Evolusi adalah suatu fenomena yang muncul pada
kepercayaan atau agama, agar lebih dapat diterima oleh masyarakat penganutnya,
evolusi berkaitan dengan agama pula.
Dalam bahasa Arab agama berasal dari
kata Ad-din, kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, dan
kebiasaan. Agama adalah sebuah koleksi terorganisir
dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia
dengan tatanan/perintah dari kehidupan.
Berdasarkan pendapat para ahli,
bahwa agama adalah segenap kepercayaan yang disertai dengan ajaran kebaktian
dan kewajiban-kewajiban untuk menghubungkan manusia dengan Tuhan, dan manusia
dengan sesamanya.
Evolusi memiliki 2 konsep yakni secara umum dan
khusus. Secara umum dapat dikatakan bahwa evolusi bukan hanya digunakan dalam
bidang biologi saja namun secara keseluruhan tetapi belum begitu memaknai
secara spesifik tentang mahluk hidup. Kemudian yang secara khusus, dapat
dikatakan bahwa evolusi sudah di khususkan yaitu untuk ilmu biologi. Pada
konsep ini evolusi sudah lebih spesifik mengenai mahluk hidup, bahwa mahluk
hidup berasal dari zaman terdahulu.
Proses evolusi dipengaruhi oleh
perkembangan agama. Maka teori evolusi dimulai setelah manusia mengenal agama.
Tingkatan paling dasar dari evolusi agama ialah ketika manusia menyadari
keadaan makhluk ghaib disekelilingnya. Skema evolusi dibagi menjadi lima tahap
yaitu primitif, purbakala, historis, modern awal dan modern. Dapat dikatakan
tahap evolusi agama dimulai dari zaman yang masih memanfaatkan alam sampai
zaman yang sudah mulai mengalami globalisasi/berkembang.
Evolusi dalam pandangan agama tidak
dapat begitu saja menghasilkan simpulan-simpulan keagamaan, karena kebenaran
ilmiah adalah relatif dan bersandar pada asumsi- asumsi dasar serta bergantung
pada teori yang ada. Agama merupakan petunjuk bagi umat manusia, kebenarannya
bersifat mudak. Keyakinan keagamaan dengan sendirinya tidak membutuhkan
dukungan dari ataupun perlu mendukung teori ilmiah apa pun. Namun adapula para
muslim membenarkan teori evolusi dengan ayat-ayat al-Qur’an. Al Qur'an
adalah kitab hidayah yang memberikan keterangan kepada manusia tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan akidah, syariah dan akhlak untuk mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Al- Qur'an bukanlah kitab suci
yang mencakup segala macam ilmu pengetahuan. Teori-teori ilmiah yang ada tidak
dapat dibenarkan atau disalahkan begitu saja berdasar ayat-ayat al-Qur'an.
Pada dasarnya ayat-ayat al-Qur'an tidak membahas teori-teori ilmiah
tersebut secara detail, meskipun terdapat beberapa ayat yang menyinggung secara
sepintas teori-teori ilmiah yang belum ditemukan atau diketahui manusia pada
masa turunnya al-Qur'an. Setiap muslirn wajib mempercayai segala sesuatu
yang terdapat di dalam al-Qur'an. Namun tentulah apa yang terdapat dalam
al-Qur’an itulah yang terjadi di dunia ini.
C.
Simpulan
Evolusi agama sebagaimana evolusi
budaya, dapat dipahami sebagai perubahan secara bertahap yang dialami dalam
setiap agama. Perubahan tersebut menjadi niscaya, mengingat agama merupakan
unsur sentral dari kebudayaan itu sendiri. Meskipun demikian, pandangan yang
menganggap bahwa agama bukan merupakann bagian dari kebudayaan manusia menjadi
penekanan yang cukup penting dalam literatur kajian sosiologi maupun kajian
antropologi, akan tetapi pandangan ini dengan sendirinya menjadikan kajian
evolusi agama sebagai salah satu bahasan dalam sosiologi agama hampir tidak
memiliki nilai. Sebab padangan ini menganggap bahwa agama bukan merupakan
bagian dari kebudayaan, meskipun tidak menafikan ada agama-agama yang
dilahirkan oleh budaya, dan kebudayaan yang dilahirkan oleh agama.
Namun demikian, untuk membicarakan
evolusi agama secara total, menyandarkan asumsi pada pandangan bahwa agama
merupakan bagian dari kebudayaan manusia agaknya menjadi pilihan tepat, sebab
evolusi hanya dapat diterangkan pada wilayah tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Bustanuddin Agus. 2006. Agama dalam Kehidupan Manusia: Pengantar
Antropologi Agama. Jakarta: Rajawali Perss.
Koentjaraningrat. 1985. Antropologi Sosial. (cetakan ke 5)
Jakarta: PT Dian Rakyat.
Dadang Kahmad. 2006. Sosiologi Agama. (cetakan keempat).
Bandung: Remadja Rosdakarya.
Luthfi dan A. Khusnuryani. AGAMA
DAN EVOLUSI: KONFLIK ATAU KOMPROMI?
http://digilib.uinsuka.ac.id/7789/1/M.%20J.%20LUTHFI%20%20DAN%20A.%20KHUSNURYANI%20AGAMA%20DAN%20EVOLUSI.pdf diunduh
Kamis, 13 November 2014 pukul 21:47 WIB
Mohammad
Khadafi. Kritik dan Pandangan Harun Yahya Terhadap Teori Evolusi Manusia. http://digilib.uin-suka.ac.id/2972/1/BAB%20I,V.pdf diunduh Jum’at, 14 November 2014 pukul 07:29 WIB
[1]
Koentjaraningrat.
1985. Antropologi Sosial. (cetakan ke 5) Jakarta: PT Dian Rakyat. h.:5
[2] K
Prent dan kawan-kawan, Kamus Latin-Indonesia (Semarang: Kanisius, 1969),
hlm.296
[3]
Keith Ward, Dan tuhan Tidak Bermain Padu, terjemahan Larasmoyo,
(Bandung: Dlizam, 2003), hlm. 229-230
[4] Dadang Kahmad. 2006. Sosiologi
Agama. (cetakan keempat). Bandung: Remadja Rosdakarya, h:24
[5]
Dadang
Kahmad – mengutip Koentjoroningrat, menyebutkan enam teori asal mula agama,
yaitu:
teori jiwa, teori batas akal,
teori krisis dalam hidup individu, teori kekuatan luar biasa, teori sentimen
masyarakat, dan teori wahyu Tuhan
[7]
Stephen K.
Sanderson. 1995. "Macrosociology". Terjemah: Farid Wajdi dan S.
Menno. Sosiologi
Makro, Sebuah
Pendekatan Terhadap Realitas Sosial. (cetakan kedua). Jakarta: RajaGrafindo
Persada,
h:
521
[8] Weisz P.B. dan
Keogh R.N., the Science , p. 5
[9] R.H. Bube, Ttm,
p. 165
[10]
L.G. Barbour, Juru Bicara Tnhan Atitara Sains don slgama, (Bandung:
Mizan,
2002), p. 61
[11] O.
Bakar, Tauhid dan Sains, Esai-esai tentang Sejarah dan Fi/safat Sains Islam,
(Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), p. 78
[12]
M.Q. Shihab, MembnmikanAl'Quran: Fungsidan Peran Wabju dalaraKehidupan
Mayarakat, (Bandung: Mizan, 1999), p. 48.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar